Titrasi Asam Basa

Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Dalam menganalisis sampel yang bersiaft basa, maka kita dapat menggunakan larutan standar asam, metode ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika kita menentukan sampel yang bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar basa dan dikenal dengan istilah alkalimetri.
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan pH, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator lihat Gambar 15.16.
Gambar 15.16. Titrasi alkalimetri dengan larutan standar basa NaOH
Analit bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik secara perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH=7). Penambahan selanjutnya menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus meningkat. Dari Gambar 15.16, juga diperoleh informasi indikator yang tepat untuk digunakan dalam titrasi ini dengan kisaran pH pH 7 – 10 (Tabel 15.2).

Tabel 15.2. Indikator dan perubahan warnanya pada pH tertentu
Pamanfaatan teknik ini cukup luas, untuk alkalimetri telah dipergunakan untuk menentukan kadar asam sitrat. Titrasi dilakukan dengan melarutkan sampel sekitar 300 mg kedalam 100 ml air. Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0.1 N dengan menggunakan indikator phenolftalein. Titik akhir titrasi diketahui dari larutan tidak berwarna berubah menjadi merah muda. Selain itu alkalimetri juga dipergunakan untuk menganalisis asam salisilat, proses titrasi dilakukan dengan cara melarutkan 250 mg sampel kedalam 15 ml etanol 95% dan tambahkan 20 ml air. Titrasi dengan NaOH 0.1 N menggunakan indikator phenolftalein, hingga larutan berubah menjadi merah muda.
Teknik asidimetri juga telah dimanfaatkan secara meluas misalnya dalam pengujian boraks yang seringa dipergunakan oleh para penjual bakso. Proses analisis dilakukan dengan melaruitkan sampel seberat 500 mg kedalam 50 mL air dan ditambahkan beberapa tetes indikator metal orange, selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.1 N.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M)
dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga
rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
Jenis-jenis Titrasi Asam Basa
Titrasi Asam Basa: Basa Lemah Vs Asam Kuat
Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan basa kuat, akan tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan dari kurva titrasi asam lemah vs basa kuat. Sebagai contoh disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL dimana reaksinya dapat ditulis sebagai:
NH4OH + HCl -> NH4Cl + H2O
Kurva titrasi 0,1 M NH4OH dengan 0,1 M HCl
Pada awal titrasi dalam Erlenmeyer hanya
terdapat NH4OH, karena NH4OH adalah basa lemah maka tidak semua akan
terionisasi untuk mencari pH nya maka kita gunakan rumus:
Rumus Basa Lemah
[OH-] = (10exp-5 x 0,1 )exp1/2
[OH-] = 10-3 M pH = 11
Setelah titrasi berlangsung maka akan terbentuk sistem buffer disebabkan dalam larutan sekarang terdapat NH4OH dan NH4Cl. Pada saat ini kurva titrasi berada pada daerah yang landai dan pH larutan ditentukan oleh pebandingan [NH4Cl]/[NH4OH].
Pada titik tengah titrasi yaitu setengah jumlah mol baik HCl dan NH4OH bereaksi maka [NH4Cl] akan sama dengan [NH4OH] akibatnya pH akan sama dengan pKb (ingat persamaan Henderson-Hasselbalch. Kb NH4OH adalah 10-5.
pH = pKb = 5
Pada saat titik ekuivalen dicapai maka
dalam larutan sekarang hanya terdapat NH4Cl adalah garam dari asam kuat
dan basa lemah sehingga dalam larutan akan terhidrolisis parsial
dengan reaksi sebagai berikut:
NH4Cl -> NH4+ + Cl-
NH4+ + H2O -> NH4OH + H+
[H+] = { (10exp-14/10exp-5) }exp1/2 . 0,05
[H+] = 7.07.10-6 M
pH = 5,15
Titrasi Asam Basa: Asam Lemah VS Basa Kuat
Asam lemah yang dicontohkan disini adalah asam asetat CH3COOH (biasanya kita singkat menjadi HOAc) dan dititrasi dengan basa kuat NaOH. Reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai berikut:
HOAc + NaOH -> NaOAC + H2O
Dan kurva titrasi antara 0,1 M HOAc 50 mL dengan 0,1 M NaOH 50 mL dapat digambarkan sebagai berikut:pH dihitung dengan rumus:
Setelah titrasi dijalankan dengan penambahan sedikit demi sedikit NaOH maa dalam larutan akan terbentuk NaOAc sebagai hasil reaksi antara NaOH dan HOAc. Dalam larutan sekarang terdapat HOAc yang belum bereaksi serta NaOAc sehingga terbentuk sistem buffer. pH larutan pun sedikit demi sedikit beranjak naik sebagai fungsi perubahan perbandingan [OAc-]/[HOAc].
Penambahan 10 mL NaOH 0,1 M pada analit HOAc akan merubah pH larutan menjadi 4,3 (hitung pH dengan persamaan Henderson-Hasselbalch).
pH = 5 + log 0,0167/0,067
pH = 4,3
pH = 5 + log 0,033/0,33
pH = 5
NaOAc -> Na+ + OAc-
OAc- + H2O -> HOAc + OH-
[OH-] = { (10exp-14/10exp-50 }exp1/2 . 0,05
[OH-] = 7.07.10-6 M
pOH = -log 7.07.10-6 M = 5,15
pH = 14 – 5,15 = 8,85
Dengan penambahan NaOH maka OH- dari hasil hidrolisis NaOAc dapat diabaikan sebab OH- dari NaOH yang akan mendominasi. Oleh sebab itu adanya penambahan NaOH maka pHnya ditentukan oleh konsentrasi OH- dari NaOH dengan demikian pHnya semakin naik ke pH basa.
Titrasi Asam Basa: Asam Kuat VS Basa Kuat
Titrasi asam basa melibatkan reaksi neutralisasi dimana asam akan bereaksi dengan basa dalam jumlah yang ekuivalen. Titran yang dipakai dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa kuat. Titik akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu plot antara pH larutan sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan.Sebagai contoh titrasi asam kuat dan basa kuat adalah titrasi HCl dengan NaOH. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
HCl + NaOH -> NaCl + H2O
H+ + OH- -> H2O
Pada awal sebelum titrasi berlangsung maka dalam Erlenmeyer hanya
terdapat 0,1 M HCl shingga pH larutan adalah 1. Selanjutnya setelah
proses titrasi berlangsung maka pH meningkat sedikit demi sedikit
dikarenakan jumlah H+ yang semakin berkurang. Sebagai perbandingan saja
jika 90% HCl telah bereaksi dengan NaOH maka konsentrasi H+ dalam
larutan berkisar 5,3.10-3 M dan pHnya adalah 2,3, dan secara
gradual pHnya akan meningkat sampai pada saat titik ekuivalen
diperoleh. Pada titik ekuivalen maka pH larutan adalah sama dengan 7,
dalam larutan hanya terdapat NaCl dan H2O.
Penambahan NaOH selanjutnya akan membuat pH semakin meningkat dari
konsentrasi 10-7 M untuk OH- hingga bisa mencapai 10-3 M hanya dengan
penambahan 5 mL NaOH saja.Pada kurva titrasi diatas ditunjukkan 2 penggunaan indicator yaitu metil orange (MO) dan fenolthalein (PP). Untuk titrasi HCl dan NaOH diatas maka digunakan indicator pp disebabkan trayek pH indicator pp adalah 8,3 – 10 dimana trayek pH ini adalah dekat dengan pH titik ekuivalen titrasi HCl-NaOH yaitu pada pH 7. Pemilihan indicator yang baik adalah setidak-tidaknya antara -1 pH titik ekuivalen sampai dengan +1 pH titik ekuivalen. Indikator lain yang bisa dipakai adalah Bromothymol blue.
Jika kita pergunakan indicator MO maka titik akhir titrasi akan terjadi terlebih dahulu sebelum titik ekuivalen tercapai. Hal ini tentu saja akan membuat perhitungan analisa kita jauh dari akurat.